Kemanakah Keadilan Itu Sekarang
Angin malam nan dingin menyapu jalanan dan dinding ibu kota
Masih tertanam dalam benak jiwaku
Selembar potret kehidupan
Kehidupan yang mungkin tabu bagi kita
Dalam balutan selimut awan dan beralas koran
Pemuda jalanan bangkit
Kalbunya bergetar mendengar tangis dan suara lapar
Matanya nanar melihat bilur-bilur kesewenangan
Ingin rasanya ku menangis
Kemana keadilan itu wahai penguasa negeri?
Pernahkah engkau berpikir tentang keadilan bangsa dan rintihan rakyat jelata?
Kini, aku melangkah untuk sebuah pesan untukmu
Menggugat keangkuhan yang duduk tenang di atas istana
Menghentak sanubari penguasa yang alpa
Ketika mereka merintih
Adakah daya upaya engkau untuk membangkitkan tubuhnya?
Kini kau biarkan mereka menjadi rakyat jalanan yang tak ada harganya
Mereka yang tak pernah mengeluh dalam setiap permasalahan yang dihadapinya
Mengokang sebuah kehidupan bukan kekotoran jiwa
Jiwamu lebih kotor daripada tangan-tangan hitam mereka
Mereka yang mengusung kejujuran hati di atas aspal hitam
Kami bersatu dalam barisan yang kokoh
Bertamengkan idealisme yang luhur
Berseru untuk kehidupan yang semestinya
“Suara pemuda adalah suara rakyat..”
Semilir angin terus berhembus
Menyibak tabirnya yang dingin membeku
Dinding ibu kota masih dinding ibu kota
Hanya kini warnanya telah berbeda
Warnanya kini merah hedonis
Dicat oleh matrealisme metropolis
Paduan warna polkadot fashionable dan pinky have fun lifestyle
Kini...
Semua pemuda dijadikan budak kegilaan zaman
Dijadikan hamba oleh fashion up to date dan levis bin fungky
Pemudanya dibuat silau lampu-lampu diskotik
Sehingga mereka menjadi rabun ketika di hadapan ada ketidakadilan
Persetan dengan ketidakadilan!
Toh, gossip selebritis lebih menarik untuk dilirik
Telinga mereka pun kini sudah minus pendengarannya
Telinga para penguasa matrealisme
Tentu saja...
Karena selama ini terus- menerus disumbat earphone MP3, MP4, atau apapun yang mereka cantolkan di lubang telinga mereka
Mulut mereka disumpal oleh uang-uang kotor hasil penipuan negara
Sehingga
mereka tak lagi awas mendengar jeritan yang begitu sampai mencakar
langit milik anak-anak dan ibu-ibu tua yang dilindas kecongkakan
penguasa.
Angin malam akan terus berhembus melintasi ruang dan waktu
Dinding ibu kota masih tetap di sana
Menanti sang pemuda yang akan megukir memoar perjuangan...........
Menanti keadilan
Masih adakah keadilan itu?
Jika ada dimana dia sekarang?
Tunjukkan padaku tentang keadilan itu
Bukan matrealisme, hedonisme, dan kapitalisme
Hanya satu pintaku
KEADILAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar