Minggu, 08 Juli 2012

AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH

Begitu banyak perpecahan golongan ummat islam di Dunia. Mereka semuanya mengaku sebagai Ahlus sunnah wal jama’ah. Bagaimana bisa disebut demikian, jika sesama muslim sudah saling mengkafirkan. Sudahkah kita memahami arti Ahlussunnah wal jama’ah itu sendiri, wallahu’alam.

Kata “Ahlussunnah” terdiri dari dua suku kata yaitu ahlu yang berarti keluarga, pemilik, pelaku atau seorang yang menguasai suatu permasalahan. Dan kata Sunnah yang berarti apa yang datang dari Nabi baik berupa syariat, agama, petunjuk yang lahir maupun yang bathin, kemudian dilakukan oleh sahabat, tabiin dan pengikutnya sampai hari Kiyamat.(Berdasarkan Majmu’ Fatawa III/ 357). Sunnah disini bukan dalam konteks fiqih (syariah), dalam arti jika kita melakukan sesuatu ibadah mendapat pahal, jika tidak melaksanakan tidak apa-apa. Tetapi, sunnah disini lebih dalam konteks Thariqahnya (jalan hidup) yang dilakukan Rasulullah, baik perkataan ataupun perbuatan. Dapat diartikan pula bahwa Orang Ahlussunnah adalah orang yang mengetahui sesuatu yang halal dan yang haram, baik makanan ataupun unsur lainnya yang mengandung halal dan haran tersebut. Karena, sesuatu yang haram itu tidak dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya terdahulu. Dengan demikian, Ahlussunnah adalah orang yang mengikuti sunnah Rasulullah dan para sahabatnya.

Sedangkan “Jama’ah” itu sendiri jika dilihat dari segi bahasa berarti bersama atau berkumpul. Jadi, “Ahlussunnah Wal Jama’ah” itu artinya orang yang berkumpul atau berkelompok yang menjalankan sunnah Rasulullah dan para sahabat, tabi’ut dan tabi’in, yang mengamalkan sampai hari kiamat.
Kriteria untuk mendapatkan gelar Ahlussunnah Wal Jama’ah  itu adalah para sahabat yang melihat dan mengamalkan sunnah Rasul, para ulama yang mengikuti Rasulullah dan para sahabatnya dan tidak merubahnya sedikitpun, dan mereka orang-orang ghuroba (terasing), karena dianggap aneh oleh masyarakat dan lingkungan sekitarnya tetapi dia mampu bertahan mengamalkan sunnah Rasul dan para pengikutnyadengan keterasingannya itu. Oleh karena itu, muncullah hadits Maka berungtunglah orang-orang yang terasing, yiatu orang-orang yang shalih ditengah orang-orang yang jahat.
Seperti yang dikatakan dalam paragraf awal, bahwa kita jangan mengkafirkan sesama muslim. Karena hal ini berdasarkan pada prinsip dan manhaj ahlussunnah wal jama’ah, yang terbagi menjadi sepuluh prinsip (dalam Buku Prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal Jama’ah, Fauzan bin Abdullah) yaitu:

  1. Mengamalkan Rukun Iman
  2. Beriman yang diawali dengan keyakinan, yang diamalkan dalam perkataan dan perbuatan, tanpa adanya keyakinan maka kita termasuk orang yang munafik, karena itu yang dilakukan oleh orang-orang munafik
  3. Tidak mengkafirkan seorangpun sesama muslim. Jadi, sungguh jelas aturan Allah yang melarang sesama umat muslim saling mengkafirkan karena hal tersebut bukan termasuk dalam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Janganlah mengaku dirinya sebagai ahlussunnah wal jama’ah jika dirinya atau golongannya masih menganggap sesama muslim itu adalah kafir.
  4. Ta’at kepada pemimpin kaum muslimin. Tetapi ada syaratnya, syaratnya yaitu tidak memerintahkan sesuatu yang maksiat. Maka, pilihlah pemimpin yang baik dan muslim. Untuk itu, tidak dilarang jika seorang muslim ikut serta dalam dunia perpolitikan, karena mau tidak mau seorang pemimpin itu harus dapat masuk kedalam dunia politik. Tidak ada salahnya jika kita masuk ke parlemen. Supaya pemimpin yang terpilih itu bukan pemimpin yang zalim. Di Indonesia? Silahkan nilai sendiri.
  5. Haramnya melakukan pemberontakan jika terjadi suatu kesalahan terhadap diri seorang pemimpin. Kebanyakan orang menilai hal ini sebagai amar ma’’ruf nahi munkar. Tetapi harus dilihat dulu, apakah tindakan kita itu merugikan ummat atau tidak, jika merugikan maka jangan dijalankan. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah tentang wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma'shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berbeda dengan Mu'tazilah yang mewajibkan keluar dari pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Padahal sebenarnya tindakan mereka itu termasuk kemunkaran yang besar karena menimbulkan bahaya yang besar bagi umat.
  6. Tidak mencela para sahabat. Ahlus Sunnah memandang bahwa khalifah setelah Rasulullah secara berurutan adalah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma'in. Barangsiapa yang mencela salah satu di antara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma’ atas kekhalifahan mereka .Berbeda dengan sikap ahlul bid'ah dari kalangan Rafidhoh maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat.
  7. Mencintai keluarga Rasulullah
  8. Membenarkan adanya karomah pada para wali Allah. Tetapi sering salah diartikan oleh sebagian kelompok atau orang. Karomah disini adalah suatu penghormatan kepada para wali Allah yang telah menyebarkan agama islam di Dunia setelah zaman Rasulullah dan para sahabat, tabi’ut dan tabi’in. Namun, pada zaman sekarang orang-orang banyak yang tersesat mengartikan karomah itu sendiri. bukan jampi-jampi, sihir atau pekerjaan para pendusta lainnya. Mereka sering memanfaatkan arti karomah para wali, dengan menggunakan jampi-jampi atau sihir sehingga itu menjadi perbuatan syirik. Misalnya, shalat di makam para wali biar tambah rizqi, padahal ini sudah menyimpang. Karomah yang dimaksud disini adalah karomah yang datangnya dari Allah. Karomah disini adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh dan bersumber dari Allah semata. Sedangkan sihir adalah kejadian yang luar biasa yang diperlihatkan para tukang sihir dan orangorang kafir dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka dan bersumber pada kekafiran dan kemaksiatan.
  9. Mengamalkan Al Qur’an dan As Sunnah dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hal ini, kita tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul 'ilmi. Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh menimbulkan permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orangorang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah. Mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar), dan tetap saling mencintai satu sama lain. Sebagian mereka tetap shalat di belakang yang lain betapapun perbedaan masalah far'i (cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.
  10. Menjadikan kesembilan prinsip tadi sebagai aqidah yang diyakininya. Singkatnya mereka selalu berahlak mulia dan berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzolim (aniaya) sebagaimana firman Allah (QS. An-Nisa:36)
Selama jama'ah-jama'ah dakwah yang bermacam-macam ini menyimpang maka ini akan membahayakan bagi Islam karena menyebabkan seseorang berpaling ketika akan masuk agama Islam dan hal tersebut bukanlah dari ajaran Islam. oleh karena itu, sesam muslim tidak boleh saling mengkafirkan. dalam internal muslimnya saja seperti itu, bagaimana orang non muslim bisa tertarik untuk masuk islam. cobalah bersikap dewasa. kita itu sesama muslim, golongan muslim yang lain juga sama itu orang muslim juga, tidak ada yang membedakan. jadi jangan merasa eksklusif sendiri.
Wallahu’alam Bis Shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar