Begitu banyak yang seolah-olah baik dimata manusia, padahal dibenci
Allah, seperti perceraian. Begitu banyak pula mungkin sesuatu yang kita
sukai dan kita anggap indah belum tentu indah dimata Allah. Saya
menyadari begitu banyak kekurangan yang ada dalam diri ini, karena tidak
sepatutnya diri ini kecewa kepada makhlukNYA, karena yang memang
berhak kecewa pada makhlukNYA adalah Yang Maha Menciptakannya. Dan
janganlah kamu menilai jelek saudaramu sendiri, karena bisa jadi
seseorang atau sesuatu yang dianggap jelek olehmu, itu yang paling baik
dan terbaik menurut Allah. Sangat banyak sesuatu yang tidak kita tahu,
tetapi Allah tahu.
Seperti halnya penempatan posisi
seseorang dalam suatu amanah yang mungkin dimata manusia kurang
sesuai, mungkin dimata Allah itu yang terbaik. Diri ini atau orang lain
yang menentukan tidak berhak untuk menyatakan tidak pantas atau
pantas, belum saatnya atau sudah saatnya, karena yang berhak menentukan
adalah Allah. Kita hanya bisa menilai. Dan jangan pernah merasakan
diri ini lebih hebat dari yang lain dan lebih kuat dari yang lain
sehingga menjadikan sistem itu sebagai ajang persaingan. Sampai terjadi
kelompok-kelompok tertentu dalam internal lembaga itu sendiri. Jadi,
tidak boleh dalam suatu kelompok itu ada klaim sepihak tanpa
kesepakatan bersama, karena penilaian kita belum tentu benar dimata
Allah. Janganlah kamu sampai mempertahankan keegoanmu untuk kepentingan
orang lain. Bukankah dakwah ini dapat dinikmati smeua kalangan. Jadi
bangunlah komunikasi yang baik dengan orang-orang disekitar kita,
jangan pernah merasa tinggi dengan apa yang kita miliki, semua jabatan,
tahta, harta dan kecerdasan yang kita miliki belum ada apa-apanya
dibandingkan dengan Nabi-Nabi yang Allah utus terdahulu untuk menyeru
kebaikan pada manusia. Semuanya milik Allah maka akan kembali pada
Allah. Maka zuhudlah, karena itu salah satu cara untuk mencegah kita
dari perbuatan merasa tinggi dan besar atas yang telah diperbuat,
padahal belum seberapa. Siapa kalian sebenarnya dan bagaimana kalian
itu hanya Allah yang tahu. Jikalau sahabatmu sudah mengenalmu, mungkin
saja ada sifatmu yang disembunyikan dari sahabatmu.
Seringkali fenomena ketinggian hati itu terjadi pada seorang aktivis
dakwah yang memang akan mengajak orang lain untuk mengenal keislaman
lebih jauh dengan menyampaikan apa yang kita tahu, dan mampu. Tidak
dipungkiri bahwa fenomena itu melebar menjadi suatu ambisi pribadi yang
menginginkan suatu kekuasaan, bukankah amanah itu diterima, bukan
meminta atau mencari posisi?
Tsiqoh adalah modal
utamanya. Jika kita tsiqoh dengan apa yang sudah ditentukan, maka
kemampuan dan kemauan itu akan timbul dengan sendirinya. Amanah itu
bukan saja diberikan kepada orang yang mau, tetapi kepada orang yang
mampu menjalankan amanah itu. Kebobrokan suatu organisasi bukan
terletak pada pemimpinnya, tetapi orang-orang yang ada dalam organisasi
itulah yang dapat menentukan kuat atau tidaknya organisasi itu
bertahan. Karena seorang pemimpin itu ibaratnya adalah puncak dari
bangunan itu, bangunan itu tidak akan kokoh jika tidak adanya
tiang-tiang yang menopangnya, dan jika tiang-tiang itu dalam hal ini
ibaratnya para bawahan pemimpin itu, jika tiangnya roboh, maka otomatis
bangunan itu juga akan roboh. Jadi, selain pemimpin yang kuat nan
gigih, tetapi bawahannya juga harus lebih kuat pula, karena tidak akan
berjalan suatu organisasi tanpa adanya campur tangan manajer dan staf
yang ada didalamnya. Manajer itu mampu mengawasi kinerja staf dalam
menjalankan amanahnya, jika tidak sesuai, maka manajer tersebut wajib
membimbing stafnya tersebut. Seorang staf juga harus mengikuti tata
tertib yang telah ditentukan oleh manajer, misalnya harus mnejalankan
proker dengan baik, maka jalankanlah, dan ketika rapat harus tepat
waktu, maka jalankanlah, serta kewajiban-kewajiban lain yang memang
dijadikan pendukung untuk kinerja organisasi kedepannya.
Tidak ada salahnya melihat tulisan diatas, jika tiang-tiang itu sudah
mulai rapuh, maka harus siap digantikan dengan tiang yang baru yang
lebih kokoh, maka seorang pemimpin harus mengambil posisi untuk
melakukan perubahan tersebut. Cukuplah kecewa itu hanya milik Allah,
karena Dialah yang menciptakan makhluk yang kita kecewai itu. Kita
tidak pantas untuk kecewa dengan semua hasil atau makhluk yang
diciptakannya, hal ini sama saja dengan kecewa terhadap apa yang
diberikan Allah terhadap kita padahal apa yang diberikanNYA adalah
selalu yang terbaik untuk hambaNYA. Beitupula dengan ujian.
Banyak sekali ujian yang ditimpakan Allah terhadap makhlukNYA, ada
yang dengan kekuasaannya, ada yang dengan tahtanya, ada yang dengan
hartanya, ada yang dengan nafsunya, dana ada pula dengan keikhlasannya.
Semuanya memiliki catatan tersendiri dimata Allah. Hanya Allah yang
berhak menilai semuanya, bukan manusia.
Sepintas penilaian
manusia tentang kekuasaan adalah dengan tanggungjawabnya, tahta yaitu
apakah ada ambisi mendapatkan tahta tersebut atau sesuai permintaan
manajer, jika ambisi kedepannya juga tidak akan benar, karena dari segi
niat saja dia sudah menyalahi aturan, menerima tahta dengan disertai
ambisi, pilih analisis kebutuhan. Ingat, Rasul tidak pernah mengajarkan
tentang keserakahan tapi kezuhudan. Tak perlu tahta tapi tanggung
jawab yang dibutuhkan. Bukan banyak bicara, tapi sedikit amal. Tapi
banyak beramal, dan bicaralah seperlunya. Seseorang mungkin sulit
menahan hawa nafsu, tetapi amanah yang kalian pikul itu bukan sekedar
amanah seperti dalam teori organisasi dan dasar-dasar organisasi yang
dipelajari di jurusan administrasi pendidikan, tetapi amanah itu adalah
yang kita pelajari dalam Al Qur’an yang datang dari Allah, maka
walaupun sedang menjalankan amanah, kita harus mengendalikan hawa
nafsu, tidak perlu dijelaskan langkahnya seperti apa, karena kalian
pasti sudah tau mana pilihan yang terbaik untuk mnejaga nafsu itu.
Karena jika amanah itu dinodai dengan nafsu, maka hancurlah amanah itu,
bukan hanya amanahnya tapi lembaga yang menaunginya pun ikut hancur,
karena ingat kita maish ada dalam tiang itu, kita yang menentukan tiang
itu apakah akan dilapukkan karena nafsu kalian tidak isa dikendalikan
sehingga akan roboh ataukah tetap bersih seperti semula dengan menahan
hawa nafsu. Hanya hati kalian yang bisa menjawab. Dan biarlah Allah
yang menilai. Menjaga amanah bukan lantas terhenti dalam menjaga amanah
saja, tetapi menjaga kemurnian jasmani dan rohani kitalah yang harus
dijaga dengan baik, karena dia yang akan menjalankan amanah itu. Kita
ibaranya hanya media yang dapat menyalurkan amanah tersebut. Ibaratnya
jasmani dan rohani kita itu adalah bensin yang dapat mendukung
keberjalanan amanah kita. Kemurnian bensin dan olinya akan berpengarush
pada lajunya kendaraan kita. Kendaraan itu ibaratnya adalah amanah,
dan jasad kita adalah supirnya. Maka semuanya harus baik-baik saja.
Menjaga amanah sama dengan menjaga ruhiyah kita agar tetap terjaga.
Maka beramallah dan bicaralah seperlunya tidak banyak bergurau. Maka
berdiskusilah jangan banyak berinteraksi dengan lawan jenis jika tidak
ada pelrunya, shaum sunnahlah karena itu akan menguatkan ruhiyahmu.
Hanya Allah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hambaNYA.
Bukanlah karaker seorang kader jika semua itu tidak bisa dijalankan
dengan baik. Bukanlah karakter seorang kader, jika kita banyak kecewa
atau mengecewakan orang lain, karena yang berhak memiliki sifat itu
hanya ALLAH. Karena kita hanya makhlukNYA yang hina, bukan apa-apa
dengan jenjang keorganisasian itu. Karena yang dinilai oleh Allah bukan
itu, dan biarkan Allah yang menilai. Manusia hanya belajar dan
mengambil hikmah.
Wallahu’alam BIsh Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar