kemarin malam, tepatnya malam sabtu bukanlah malam yang kebetulan.
Tetapi, Allah sudah menyiapkan semuanya jauh-jauh hari untukku. Setelah
seharian melakukan pencarian data untuk kepentingan urusan study akhir.
Diri ini lelah, jasad ini lelah. Maka terhentilah langkah itu disebuah
tempat yang didalamnya adalah orang-orang yang mengingat Allah. Di
sebuah masjid, di jalan geger kalong girang saya memilih untuk berdiam
disana untuk melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim. Seusai imam
mengucapkan salam, seorang PO DKM mengumumkan “malam ini akan diadakan
kajian bersama ust. Asep Rodhi, jika yang memiliki waktu luang harap
tidak beranjak dari tempat duduknya. Terima kasih.” Setelah beliau
mengucapkan salam, saya terdiam sejenak, tetap diam disini atau pergi
untuk segera menyelesaikan revisian study akhirku itu, akhirnya setelah
menimbang-nimbang, tidak ada salahnya juga diri ini diam sementara
disini, karena sudah lama diri ini tidak berdiam di tempat ini untuk
melaksanakan agenda lain selain kewajibanku sebagai muslim.
Dari taujih yang disampaikan oleh ust. Asep Rodhi saya mendapatkan
pelajaran tentang bagaimana beriman yang baik. Intinya, kita jangan
berlebih-lebihan pada sesuatu, karena sesuatu yang kita lebih-lebihkan
itu akan menjadi thaghut bagi kita, mislanya nilai ujian, orangtua, adik
dan kelaurga jangan terlalu berlebihan mencintainya, karena Allah tidak
menyukai sesuatu yang berlebihan. Bisa jadi keluarga kitalah yang
menjadi thaghut bagi kita karena kita terlalu berlebihan mencintai
mereka. Semuanya menjadi rumit dalam pikiran kita, karena otak kita ini
terlalu sederhana menerjemahkan pesan-pesan Allah itu. Jadi, wajar saja
bila ada sekelompok orang lain yang menegatakan bahwa organisasi ini
adalah thaghut, kenapa mereka berkata seperti itu, karena mungkin ada
salah seorang yang ada dalam organisasi itu terlalu mencintai organisasi
tersebut. Jadi, jangan menyalahkan orang yang menagtakan demikian,
tetapi intropeksi diri kita masing-masing, karena tidak akan ada asap
jika tidak ada api. Sesuatu itu akan habis pada waktunya, bila masa
kepemilikan harta kita sudah habis, maka Allah akan mengambilnya
kembali, akrena semua yang kita miliki itu adalah pinjaman. Jadi, wajar
bila Allah kecewa pada kita karena kita terlalu mencintai suami kita,
atau istri kita, atau anak-anaknya atau adik dan kakak kita, semuanya
harus sesuai dengan standar dengan menempatkan Allah sebagai tujuannya,
dan mencintai mereka karena Allah. Selalu karena Allah. Bukan karena
yang lain. Begitupun dalam organisasi ini, mencintai boleh, jika Allah
tetap menjadi landasan utamanya, bukan karena yang lain. Hal ini
berkaita dengan kesaksian kita terhadap Allah, dengan kalimat LAA ILAAHA
ILLALLAAH, tiada Illah selain Allah. Maka, harus ditunjukkan oleh sikap
kita yang senantiasa mengingat Allah dan mencintai sesuatu karena
Allah, bukan karena yang lain. Serta menyadari bahwa semuanya adalah
titipan Allah karena semua akan berakhir pada waktunya.
Iman yang hakiki itu, ketika iman itu mampu merubah diri kita. Seperti
layaknya teh celup, dia memberika perubahan yang bermakna bagi air yang
awalnya tidak ada rasanya menjadi air yang beraroma. Begitupula iman
kita, harus mampu mengubah ibadah, perilaku, dan lisan kita. Ibadah yang
baik harus disertai qolbu yang baik pula, lisannya terjaga, amal dan
perasaannya juga terjaga, karena semuanya hanya untuk Allah.
Kalimat kedua adalah ASYHADU ANNA MUHAMMAD RASULULLAH, aku bersaksi
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Hal ini dibuktikan dengan
adanya tingkah laku kita seperti junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Baik
dalam lisan, ibadah maupun amal perbuatan. Namun, masih ada saja yang
salah mengartikan cara ibadah beliau. Yang mesti ditiru adalah
khusyuknya beliau ketika beribadah, bukan memperdebatkan cara beliau
beribadah, karena hal ini sering memicu perdebatan antar-ulama dan
timbul penjustifikasian bahwa si A bid’ah karena shalatnya tidak
mencontoh Rasul misalnya, padahal si A itu lebih khusyuk shalatnya
daripada si B yang cara shalatnya ala Nabi, tetapi pada saat shalat
sering melamun, misalnya. Karena yang dinilai oleh Allah itu adalah
khusyuknya, bukan cara-cara mereka shalat. Seperti yang tertera dalam
QS. An Nisa: 33 bahwa islam bukanlah sekedar agama yang hasil dari
dugaan kosong para ahli kitab dan pengikutnya.
Allah
membenci dan sangat membenci orang-orang yang menyeru dalam kebaikan,
tetapi mereka sendiri lalai pada kebaikan itu (kaburo maktan), karena
lisan dan amal sungguh jauh berbeda dengan kenyataannya. Orang-orang
yang sungguh-sungguh menegakkan kalimat Allah yang ada dalam Al Qur’an
adalah mereka yang sudah dapat meninggalkan hal yang sia-sia misalnya,
internetan sepanjang malam. Bukan menghafal atau muraja’ah, lebih banyak
internetan atau hal sia-sia yang lain atau lebih banyak muraja’ah.
Tidak perlu dikatakan, tapi direnungi. Beruntunglah mereka yang
mengikuti program tahfidz, karena mereka itu focus pada tugasnya dengan
membaca, manghafal dan mentadaburi Al qur’an tersebut. Tidak ada hal
yang sia-sia yang mereka kerjakan. Astaghfirullah, diri ini masih banyak
melakukan yang sia-sia itu ya Rabb. Sungguh Allah tidak menyukai
thaghut dan melarangnya, seperti yang terkandung dalam makna QS. An
Nahl: 36. Didalamnya menjelaskan bahwa sesuatu yang thaghut adalah
dibenci oleh Allah. Maka jauhilah. Misalnya, kita beribadah karena ingin
diliat oleh orang lain, bukan diliat oleh Allah. Melakukan sesuatu
hanya untuk dipuji oleh orang lain, bukan dipuji Allah. Jadi, ambisi
kita itu masih ambisi pada makhlukNYA, bukan pada yang memiliki makhluk.
Maka lakukanlah segala sesuatu karena Allah semata, bukan yang lain.
Jangan melakukan tahghut, karena thaghut itu muncul dari sesuatu yang
berlebihan.
Walahu’alam Bish Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar